Pages

Jumat, 10 Februari 2012

Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

SINOPSIS
Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan Ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan makan, tempat berteduh, sekolah, dan janji masa depan yang lebih baik.
Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharap budi sekali pun. Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan membiarkan mekar perasaan ini.
Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga kami. Tak pantas. Maafkan aku, Ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahkan sejak rambutku masih dikepang dua.
Sekarang, ketika aku tahu dia boleh jadi tidak pernah menganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah... Biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun... daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya.

“Bahwa hidup harus menerima... penerimaan yang indah
Bahwa hidup harus mengerti... pengertian yang benar
Bahwa hidup harus memahami... pemahaman yang tulus
Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian dan pemahaman itu datang
Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan
Daun yang jatuh tak pernah membenci angin.
Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya
Biarkan angin merengkuhnya, membawanya pergi entah kemana
Dan kami akan mengerti, kami akan memahami... dan kami akan menerima”

(Monolog Dede di pusara Ibu dalam ‘Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin’, hlm. 196-197)

Ceritanya sangat menarik untuk dibaca.... :)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar