Pages

Selasa, 28 Februari 2012

2

Kisah bermula dari sebuah rumah sakit dengan seorang lelaki yang menunggui istrinya yang akan melahirkan anak keduanya. Tulisan mengalir ringan dengan kata-kata yang kadang mengundang senyum, walau ada kejadian yang sedikit dipaksakan atau meminjam istilah Donny sendiri – berlebihan.
Secara runut, novel ini mengisahkan bagaimana keluarga kecil yang terdiri dari papa, mama, Gita dan Gusni, sangat mencintai dunia bulutangkis. Gita merupakan atlit perempuan andalan Indonesia, sosok pekerja keras dan pantang menyerah dalam setiap pertandingannya. Sementara itu Gusni adalah seseorang yang bertubuh tambun tapi gesit dan lincah. Terlahir dengan bobot 7.5kg dan selalu membawa raket nyamuk listrik karena kecintaan nyamuk untuk menyedot darahnya. Keduanya dibesarkan dan dididik dengan penuh kasih saying oleh papa dan mama.
Gusni yang menjadi tokoh sentral novel ini pada usianya yang ke-18 tahun harus menghadapi kenyataan pahit yang selama ini disimpan rapat keluarganya. Papa mengungkapkan rahasia penyakit Gusni. Alur cerita yang penuh keceriaan dan kejenakaan yang acap membuat saya geli berubah menjadi cerita tentang cinta, mimpi dan perjuangan meraih mimpi. Disini Donny berhasil membuat saya berkali-kali mengusap mata haru dengan perjuangan Gusni untuk bertahan hidup melalui bulutangkis. Walaupun tubuh tambun berbobot 125 kg ini sering diejek dan terlihat aneh dilapangan bulutangkis.
Tapi Gusni adalah seorang pejuang yang menggali kelebihan dari kekurangannya tidak ingin menyerah jika waktunya diatas dunia habis. Ia ingin dipanggil dalam kondisi sebagai seorang pejuang dan bukan pecundang. Begitupun ketika keluarganya hampir menyerah, Gusni membangkitkan kembali harapan yang ada karena hidup adalah perjuangan dan ia ingin kedua orangtuanya menjadi saksi perjuangannya di atas dunia ini.
Sang pelatih, legenda badminton tanah air, selalu menyemangati Gusni dengan sebait kata, jangan pernah meremehkan kekuatan seorang manusia, karena Tuhan sedikitpun tidak pernah. Kata-kata yang bukan saja menjadi pelecut semangat Gusni namun juga keluarganya. Sang pelatih pulalah yang percaya akan potensi yang dimiliki Gusni dan membawanya bersama pemain junior lainnya untuk berlaga membela tanah air di kejuaran beregu bulutangkis wanita, Khatulistiwa Terbuka, dan juga menjadi klimaks dari novel ini.
Disini, banyak kata-kata pembakar semangat dan membuncahkan rasa nasionalisme mengalir . Bercerita tentang mimpi dan kerja keras, memberikan batasan antara mimpi dan realitas, dan memberikan definisi bagi kata pembual dan pejuang, seperti kata pak pelatih, “..Dan mimpi saja tidak akan pernah cukup….dan sebuah impian memang seharusnya tidak perlu terlalu banyak dibicarakan,….tetapi diperjuangkan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar